Cerpen: Bayang-Bayang di Balik Layar - Pusaran Politik Kantor 2 (Lanjutan)
Teror Misterius
Dina duduk di kantornya, pandangan matanya fokus pada layar komputer.
Sejak menemukan dokumen rahasia tentang korupsi yang melibatkan Bapak Rudi dan
eksekutif lainnya, hidupnya terasa berubah. Hari hari yang dijalaninya menjadi serangkaian malam tanpa tidur dan penuh ketegangan. Dan, apa yang terjadi belakangan ini membuat
semua itu terasa lebih menakutkan.
Ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari nomor yang
tak dikenal.
"Berhentilah sebelum terlambat. Aku tahu semua
tentangmu, Dina."
Dina menggigil. Ini bukan pertama kali dia menerima
pesan seperti ini. Beberapa minggu terakhir, ancaman-ancaman ini datang semakin
sering. Pesan-pesan itu mengandung informasi detail, yang hanya bisa diketahui
oleh seseorang yang sangat dekat atau memiliki akses rahasia ke dalam
perusahaan.
Kantornya, yang biasanya terasa nyaman, kini terasa menekan. Jendela besar di belakangnya, yang memperlihatkan pemandangan kota yang sibuk, Sangat kontras dengan suasana hati Dina yang semakin gelisah.
Dina berpikir keras. Siapa yang bisa melakukan ini? Siapa
yang tahu begitu banyak tentang gerak-geriknya? Dia mulai meragukan setiap
orang di sekitarnya, termasuk Ari, sahabat yang selama ini selalu diandalkan.
Pada sore yang sama, Dina memutuskan untuk menemui Ari di
ruangannya. Dia memerlukan jawaban atas semua yang terjadi dan berharap bisa mendapatkan petunjuk dari
sahabatnya itu. Ruangan Ari penuh dengan foto-foto dan sertifikat penghargaan,
menciptakan suasana ruang kerja yang nyaman. Tetapi pada saat itu suasana justru terasa menegangkan, karena
pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di benak Dina.
"Ari, aku perlu bicara," kata Dina, mencoba
untuk tenang walau hatinya berdebar.
Ari menatapnya dengan cemas. "Ada apa, Dina? Kau
kelihatan pucat."
Dina menyerahkan ponselnya, menunjukkan pesan terakhir yang
diterima. "Ini bukan yang pertama kali. Seseorang telah mengancamku, dan dia terlihat tahu terlalu banyak tentang apa yang kita lakukan."
Ari membaca pesan itu, wajahnya berubah tegang. "Ini
gila, Dina. Siapa yang bisa melakukan ini?"
"Aku tidak tahu. Tapi aku mulai merasa tidak aman. Aku
bahkan meragukan setiap orang di sekitar kita," jawab Dina dengan suara
bergetar.
Ari menghela napas. "Kau tidak berpikir kalau aku yang
melakukan ini, kan?"
Dina terdiam sejenak. Pertanyaan itu menyentak dirinya.
"Aku... aku tidak tahu, Ari. Semuanya terasa begitu membingungkan."
Ari mendekat dan memegang bahu Dina. "Kita sudah
melalui banyak hal bersama. Aku bukan orang yang akan mengkhianatimu. Kita
harus mencari tahu siapa yang melakukan ini."
Malam itu, Dina duduk di apartemennya, mencoba merangkai
potongan-potongan puzzle dari peristiwa yang telah terjadi. Ruang tamu yang biasanya menjadi tempatnya
bersantai kini terasa bagaikan penjara, penuh dengan pertanyaan tanpa jawaban.
Pikirannya kembali ke pesan-pesan ancaman itu. Bagaimana bisa seseorang
mengetahui semua gerak-geriknya?
Apartemennya yang tenang kini terasa mencekam. Lampu meja
menyala di sudut ruangan, memberikan penerangan yang cukup untuk melihat layar
laptopnya. Suara lalu lintas dari jalan raya di luar terdengar samar, menambah
suasana sunyi yang menghantui pikirannya.
Dina memutuskan untuk memeriksa kembali semua email dan
dokumen di laptopnya. Siapa tahu ada sesuatu yang terlewat. Saat itu, dia
menemukan sebuah email dengan subjek "Peringatan". Sebuah email yang berisi
pesan singkat, "Berhenti sekarang atau segalanya akan hancur."
Dina membaca email itu berkali-kali. Hatinya bertanya tanya, tentang siapa yang telah mengirimkannya. "Bagaimana mereka bisa tahu begitu banyak?" Pikirannya terus berputar.
Tiba-tiba, dia teringat sesuatu. Ada satu orang yang memiliki akses tak
terbatas ke data perusahaan, seseorang yang selama ini tak pernah dicurigai.
Keesokan harinya, di pagi hari, Dina mengatur pertemuan dengan tim IT
perusahaan. Dia bertemu dengan Rian, kepala tim IT yang dikenal sangat
profesional. Ruang server perusahaan penuh dengan deretan komputer dan monitor
yang menyala, menciptakan suasana sunyi yang hanya diiringi oleh bunyi kipas
pendingin yang berputar.
"Rian, aku butuh bantuanmu. Aku menerima pesan-pesan
ancaman dari seseorang. Tampaknya dia memiliki akses ke informasi rahasia
perusahaan," kata Dina, berharap Rian bisa memberikan jawaban.
Rian mengangguk. "Tentu, Dina. Kita bisa melacak
sumber pesan-pesan itu. Beri aku waktu beberapa jam."
Dina menunggu dengan gelisah di ruang kantornya. Setelah beberapa
jam, Rian kembali dengan ekspresi serius.
"Saya menemukan sesuatu. Seseorang telah mengakses
sistem kita, dengan menggunakan kredensial milik... Ari."
Dina terkejut. "Ari? Tidak mungkin! Dia tidak mungkin
mengkhianatiku."
Rian menatapnya dengan simpati. "Aku juga tidak
percaya, tapi ini adalah fakta yang ditemukan. Bisa jadi seseorang mencuri kredensialnya
atau dia sendiri yang melakukannya. Kita harus menyelidiki lebih lanjut."
Dina merasa dunianya runtuh. Jika Ari memang pelakunya, apa
yang harus dia lakukan? Pertemuan dengan Ari malam itu penuh dengan ketegangan. Mereka
bertemu di sebuah kafe kecil, dengan cahaya lampu redup dan suasana tenang. Hanya musik Jazz yang lirih terdengar mewarnai suasana. Dina dan Ari duduk di sudut ruangan, jauh dari pengunjung lain.
"Ari, aku butuh penjelasan," kata Dina, menatap
sahabatnya dengan mata penuh harapan dan kekecewaan.
Ari menggeleng. "Dina, aku bersumpah, aku tidak
melakukan ini. Seseorang mungkin mencuri kredensialku."
Dina ingin mempercayainya, tapi rasa curiga itu terlalu
kuat. "Aku berharap, bisa percaya padamu, Ari. Tapi bukti yang ditemukan sangat
jelas, dan saya tidak bisa mengabikannya."
Ari menggenggam tangan Dina. "Kita harus bekerja sama
untuk menemukan siapa sebenarnya yang melakukan ini. Jangan biarkan mereka
memecah belah diantara kita."
Dina menatap mata Ari, mencari jejak kejujuran yang tertinggal di sana.
"Baiklah. Kita akan bekerja sama. Tapi setelah ini, aku akan mengawasi setiap
langkahmu."
Dan intrik intrik pun terasa semakin dalam. Ancaman-ancaman misterius terus
menghantui Dina. Sementara itu, Dia masih berharap dengan bantuan Ari, dan bertekad untuk mengungkap
kebenaran di balik semua ini. Di tengah kegelapan dan ketidakpercayaan, mereka
harus tetap bersatu untuk menghadapi musuh yang tak terlihat, yang tampaknya
mengetahui setiap langkah mereka.
BERSAMBUNG....