Cerpen: Bayang-Bayang di Balik Layar - Pusaran Politik Kantor 3 (Lanjutan)
Kejatuhan Bapak Rudi dan Ibu Sari
Hari itu menjadi puncak dari segala drama dan intrik di PT Cipta Teknologi. Setelah sekian lama Dina dan timnya bekerja keras mengumpulkan bukti, akhirnya mereka berhasil membawa kasus ini ke titik akhir. Bapak Rudi dan Ibu Sari tidak menyangka bahwa kejatuhan mereka akan datang begitu cepat dan tiba-tiba.
Suasana tegang tampak mewarnai ruang rapat besar perusahaan. Para eksekutif duduk dengan wajah serius, sementara beberapa petugas kepolisian berada di sudut ruangan
Bapak Suryo, Ketua Dewan, berdiri di depan ruangan dengan ekspresi tegas. "Saudara-saudara sekalian, hari ini kita berkumpul untuk menyelesaikan masalah besar yang telah mencoreng nama baik perusahaan kita. Dina, silakan mulai."
Dina mengangguk dan maju ke depan, membawa laptop dan berkas-berkas bukti. "Terima kasih, Pak Suryo. Saya telah mengumpulkan bukti-bukti yang menunjukkan adanya korupsi besar-besaran yang melibatkan Bapak Rudi dan Ibu Sari. Berikut adalah dokumen-dokumen yang membuktikan keterlibatan mereka."
Dina memutar slide presentasi yang menunjukkan email-email, transaksi keuangan mencurigakan, dan rekaman percakapan yang memberatkan. Wajah Rudi dan Sari berubah pucat saat satu per satu bukti ditampilkan.
"Bukti ini tidak dapat dipalsukan. Ini adalah hasil kerja tim investigasi independen yang kami libatkan," kata Dina dengan suara mantap.
Bapak Rudi bangkit dari kursinya, berusaha menyela. "Ini semua fitnah! Anda tidak bisa mempercayai semua ini begitu saja!"
Namun, sebelum Rudi dapat melanjutkan, Bapak Suryo mengangkat tangan, menghentikan Rudi. "Cukup, Rudi. Bukti-bukti ini sudah terlalu jelas. Kami telah memutuskan untuk melibatkan pihak berwenang."
Pada saat itu, dua petugas kepolisian mendekati Rudi dan Sari. "Bapak Rudi, Ibu Sari, Anda berdua ditangkap atas tuduhan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Silakan ikut kami."
Ibu Sari, yang selama ini tampak tenang, mulai menangis. "Ini tidak adil! Kami dijebak!"
Namun, protes mereka tidak diindahkan. Para petugas menggiring mereka keluar ruangan. Dina merasa campuran antara lega dan kelelahan. Akhirnya, keadilan ditegakkan.
Terungkapnya Identitas Tokoh Misterius
Setelah presentasi yang mengguncang rapat besar dewan
direksi, Dina kembali ke apartemennya dengan perasaan campur aduk. Dia berhasil
membuka mata dewan direksi tentang korupsi di perusahaan, Tetapi ancaman
yang dia terima belum berhenti. Pesan-pesan misterius terus menghantui
pikirannya, dan dia tahu bahwa tokoh misterius di balik semua ini masih
berkeliaran bebas.
Apartemennya terasa sunyi, hanya diiringi suara samar lalu
lintas dari jalan raya di luar. Dina duduk di meja kerjanya, menatap layar
laptop yang menyala. Dia membuka email terakhir yang dia terima dari sang
tokoh misterius, mencoba mencari petunjuk lebih lanjut.
"Aku tahu semua tentangmu, Dina. Jangan berpikir kau
bisa lolos begitu saja."
Dina merasa takut ketika membaca kalimat itu. Dia memutuskan untuk
menghubungi Rian, kepala tim IT yang sudah membantunya sebelumnya. Mereka
sepakat untuk bertemu di kantor pada malam itu juga, saat semua orang sudah
pulang, untuk menyelidiki lebih dalam.
Rian memeriksa log akses sistem dengan seksama di ruang
server perusahaan, yang penuh dengan deretan komputer dan monitor yang menyala.
Suasana sunyi, hanya diiringi bunyi kipas pendingin.
"Kita harus menemukan siapa yang terus mengirim pesan
ini padamu. Sepertinya dia sangat berpengalaman dalam menyembunyikan
jejaknya," kata Rian sambil mengetik beberapa perintah di komputer.
Dina mengangguk. "Aku tidak bisa terus hidup dalam
ketakutan seperti ini. Saya ingin semua segera terungkap."
Setelah beberapa jam memeriksa data, Rian akhirnya
menemukan sesuatu yang mencurigakan. "Ini dia. Ada satu akses yang sangat
mencurigakan. Terlihat seperti seseorang yang mencoba menyamar sebagai pengguna
internal kita."
Dina mendekat, melihat layar komputer Rian dengan mata
penuh harap. "Siapa dia?"
Rian mengetik beberapa perintah lagi, dan wajahnya berubah
tegang. "Ini... ini aneh. Akses ini menggunakan kredensial seorang mantan
karyawan yang dipecat beberapa tahun lalu. Namanya adalah Andi."
Dina terperanjat. "Andi? Aku ingat dia. Dia dipecat
karena dituduh mencuri data perusahaan, tapi banyak yang bilang dia sebenarnya
dijebak."
Rian mengangguk. "Sepertinya dia kembali untuk
balas dendam. Dan dia tahu semua tentang perusahaan ini, termasuk
kelemahan-kelemahannya."
Keesokan harinya, Dina dan Rian memutuskan untuk menemui Andi. Mereka melacak keberadaannya, hingga ke sebuah kafe kecil di pinggiran kota,
tempat Andi sering terlihat bekerja dengan laptopnya. Mereka memasuki kafe
dengan hati-hati, mencari sosok Andi di antara para pengunjung.
Dina mendekati meja Andi, dan dengan tegas berkata "Andi, kita
perlu bicara."
Andi mengangkat kepalanya, terkejut melihat Dina dan Rian.
Wajahnya menunjukkan ekspresi campuran antara rasa bersalah dan kebencian.
"Dina, Rian. Apa yang kalian lakukan di sini?"
Dina duduk di seberang Andi, menatapnya tajam. "Kita
tahu kau yang mengirim semua ancaman itu. Kita tahu kau yang mengakses sistem
perusahaan. Kenapa kau melakukan ini?"
Andi tertawa pahit. "Kalian tidak akan mengerti. Aku
dipecat dengan tidak adil, dijebak untuk sesuatu yang tidak kulakukan. Aku
kehilangan segalanya. Ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan
keadilan."
Rupanya Andi memutuskan untuk meneror Dina, karena dia
melihat Dina sebagai kunci untuk mengungkap skandal korupsi yang melibatkan
Bapak Rudi dan beberapa eksekutif senior lainnya. Setelah dipecat secara tidak
adil beberapa tahun sebelumnya, Andi menyadari bahwa Bapak Rudi adalah salah
satu orang yang paling berpengaruh dalam menjebaknya. Andi ingin membalaskan
dendamnya kepada mereka yang merusak hidupnya, tetapi dia tahu bahwa menghadapi
mereka secara langsung tidak akan efektif.
Dengan informasi yang telah dia kumpulkan selama ini, Andi
melihat kesempatan untuk menjatuhkan musuh-musuh lamanya dengan menggunakan
Dina sebagai alat untuk membongkar skandal itu. Dia mengirimkan ancaman kepada
Dina untuk menakut-nakutinya dan membuatnya merasa terisolasi, sehingga Dina
semakin terdorong untuk mengungkap kebenaran dan membawa kasus ini ke
permukaan.
"Balas dendam tidak akan memperbaiki apa pun, Andi.
Kau hanya membuat semuanya lebih buruk," Kata Rian.
Andi menatap Rian dengan mata yang penuh kemarahan.
"Aku tidak peduli lagi. Mereka harus merasakan apa yang kurasakan. Rudi
dan kroninya telah merusak hidupku."
Dina menghela napas. "Andi, kita bisa memperbaiki ini
dengan cara yang benar. Kita bisa membuka kembali kasusmu dan membersihkan
namamu. Tapi kamu harus berhenti sekarang."
Andi terdiam sejenak, tampak ragu. "Bagaimana aku tahu
kalian benar-benar akan membantuku?"
Dina menatap Andi dengan penuh empati. "Aku tahu
bagaimana rasanya diperlakukan tidak adil. Aku berjanji akan melakukan yang
terbaik untuk membantu. Tapi kau harus mempercayai kami."
Setelah beberapa saat yang terasa seperti seabad, Andi
akhirnya mengangguk. "Baiklah. Aku akan berhenti. Tapi ingat, Dina, aku
hanya ingin keadilan."
Kembali ke kantor, Dina melaporkan semua yang terjadi
kepada dewan direksi. Bapak Suryo, Ketua Dewan, mendengarkan dengan seksama di
ruang rapat utama perusahaan, yang dindingnya terbuat dari kaca besar,
memandang ke pemandangan kota. Meja besar penuh dengan laptop dan
berkas-berkas, para anggota dewan duduk dengan ekspresi serius.
"Kami akan membuka kembali kasus Andi dan
menyelidikinya dengan benar," kata Bapak Suryo. "Tapi kami juga
berterima kasih atas keberanian Anda, Dina. Anda telah menyelamatkan perusahaan
ini dari kehancuran."
Dina merasa lega. Meskipun jalan masih panjang, setidaknya ia tahu bahwa kebenaran telah terungkap. Dan di balik semua intrik dan tipu muslihat, dia berhasil menunjukkan bahwa kejujuran dan integritas selalu menjadi dasar dari segala tindakan mereka. Dengan langkah tegas, Dina siap menghadapi masa depan yang lebih cerah, bersama rekan-rekan yang ia percayai.
BERSAMBUNG..